Ketua Umum Jaringan Patriot Muda Bekasi (JAPMI), Muhamad Bayu, menyoroti dengan keras alokasi anggaran belanja makan dan minum Sekretariat Daerah (Sekda) Kota Bekasi dalam APBD Tahun 2025 yang mencapai hampir Rp 1,5 miliar. Anggaran tersebut tercatat digunakan untuk konsumsi rapat dan kegiatan seremonial selama satu tahun, atau sekitar Rp 3,6 juta per hari hanya untuk urusan makan pejabat.
Menurut Bayu, anggaran fantastis ini merupakan bentuk ketidaksensitifan pemerintah daerah terhadap kondisi sosial masyarakat, serta menunjukkan adanya ketimpangan prioritas yang mencolok dalam kebijakan anggaran daerah.
“Ketika anggaran makan pejabat nyaris setara dengan anggaran perlindungan anak, maka jelas terjadi pembusukan nilai-nilai kemanusiaan dalam tubuh birokrasi. Ini bukan hanya pemborosan, tapi pengkhianatan terhadap kepentingan rakyat terutama anak-anak sebagai kelompok paling rentan,” tegas Muhamad Bayu.
Pada 2023, Kota Bekasi diketahui hanya mengalokasikan sekitar Rp 1,4 miliar untuk program perlindungan khusus anak. Sebuah angka yang nyaris sama dengan anggaran makan minum pejabat, padahal jumlah penduduk Bekasi hampir menyentuh 3 juta jiwa. Bayu menilai hal ini sebagai bukti bahwa perlindungan anak hanya dijadikan formalitas, sementara anggaran lebih banyak dihabiskan untuk kepentingan internal birokrasi.
“Kota Bekasi bicara soal ramah anak, tapi nyatanya orientasi anggarannya justru ramah meja makan. Di saat kekerasan terhadap anak meningkat, layanan psikologis minim, dan ruang aman anak tidak berkembang, pemerintah justru asyik dengan konsumsi dan seremoni,” lanjutnya.
Bayu juga menyoroti tren belanja seremonial dan pengadaan-pengadaan simbolik lain seperti karangan bunga, yang selama ini menyedot anggaran tanpa hasil nyata bagi masyarakat. Bayu mendesak DPRD Kota Bekasi untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap postur anggaran seremonial, serta mendesak agar setiap rupiah dari uang rakyat dialokasikan untuk kepentingan esensial dan kemanusiaan.
“Ini bukan soal menolak kenyamanan birokrasi, tapi soal mengembalikan akal sehat dalam menyusun anggaran. Rakyat tidak lapar oleh pidato dan bunga, tapi oleh pelayanan publik yang buruk dan kebijakan yang tidak memihak,” ujarnya lagi.
Bayu mendesak Pemerintah Kota Bekasi untuk melakukan koreksi total terhadap pengelolaan anggaran dan mulai memusatkan perhatian pada sektor-sektor kritis seperti pendidikan, kesehatan mental anak, dan perlindungan sosial. Jika tidak, maka jargon-jargon seperti “Kota Layak Anak” hanya akan menjadi slogan tanpa makna.
Dalam pernyataan penutupnya, Muhamad Bayu menyampaikan bahwa ia akan terus mengawal proses penganggaran daerah agar tidak lagi menjadi arena pesta segelintir elit. Ia juga mengajak masyarakat untuk aktif bersuara dan menolak anggaran-anggaran yang tidak berpihak pada kebutuhan dasar rakyat.
Komentar
Posting Komentar